Sabtu, 25 Juni 2011

Penngertian Akad dalam Transaksi Syariah

Penngertian Akad dalam Transaksi Syariah
Oleh: Khairunnisa Zainuddin

Kontrak atau akad dalam bahasa Arab adalah 'uqud jamak dari 'aqd, yang secara bahasa artinya: mengikat, bergabung, mengunci, menahan, atau dengan kata lain membuat suatu perjanjian. Di dalam hukum Islam, 'aqd artinya “gabungan atau penyatuan dari penawaran (ijab) dan penerimaan (qabul)” yang sah sesuai dengan hukum Islam. Ijab adalah penawaran dari pihak pertama, sedangkan qabul adalah penerimaan dari penawaran yang disebutkan oleh pihak pertama.
Rukun akad ada tiga, yaitu: 1. sighah, yaitu pernyataan ijab dan qabul dari kedua belah pihak, boleh dengan lafad atau ucapan, boleh juga di lakukan dengan tulisan. Shighah, haruslah selaras antara ijab dan qabul-nya. Apabila satu pihak menawarkan (ijab) benda A dengan harga seratus rupiah, pihak lain haru menerima (qabul) dengan menyebutkan benda A senilai 100 rupiah pula, bukan benda B yang harganya 150 rupiah. Dalam sighah kedua belah pihak harus jelas menyatakan penawarannya dan pihak yang lain harus dengan jelas menerima tawarannya (transparansi), qabul harus langsung diucapkan setelah ijab diucapkan, ijab dan qabul haruslah terkoneksi satu dengan yang lain tanpa adanya halangan waktu dan tempat, misalnya ijab ditawarkan hari ini dan dijawab 2 hari kemudian itu tidaklah sah. Ijab dan qabul juga harus dilakukan didalam satu ruangan yang sama oleh kedua belah pihak atau istilahnya harus di dalam satu majelis yang sama.
2. Aqidan, yaitu : para pihak yang akan melakukan akad. Kedua belah pihak yang akan melaksanakan akad ini harus sudah mencapai usia akil-baligh (sesuai hukum yang berlaku di suatu negara), harus dalam keadaan waras (tidak gila) atau mempunyai akal yang sehat, harus dewasa (rushd) dan dapat bertanggung jawab dalam bertindak, tidak boros, dan dapat dipercaya untuk mengelola masalah keuangan dengan baik.
3. Mahal al-Aqd, atau objek akad yaitu : jasa, atau benda benda yang berharga dan objek akad tersebut tidak dilarang oleh syariah. Objek akad yang dilarang (haram) oleh hukum Islam adalah: alkohol, darah, bangkai, dan daging babi.
Kepemilikan dari objek akad harus sudah berada pada satu pihak, dengan kata lain, objek akad harus ada pada saat akad dilaksanakan, kecuali pada transaksi salam dan istisna. Objek akad harus sudah diketahui oleh kedua belah pihak, beratnya, harganya, spesifikasinya, modelnya, kualitasnya. Perlu di perhatikan di sini, di dalam hukum Islam, seseorang tidak diperbolehkan untuk menjual sesuatu yang bukan miliknya, contohnya: menjual burung-burung yang masih terbang di udara, atau menjual ikan-ikan yang masih berenang di lautan lepas, karena tidak jelas berapa jumlah dan sulit untuk menentukan harga pastinya, yang berakibat pada ada nya unsur ketidak pastian atau gharar. Ketidak pastian atau gharar ini dapat membatalkan akad, sama halnya dengan riba (interest/bunga bank) dan maisir (judi). Ketiga unsur tersebut harus dihindari dalam transaksi yang menggunakan akad syariah.
Legalitas dari akad di dalam hukum Islam ada 2. yang pertama: shahih, atau sah, yang artinya semua rukun kontrak beserta semua kondisinya sudah terpenuhi, yang kedua batil, apabila salah satu dari rukun kontrak tidak terpenuhi maka kontrak tersebut menjadi batal atau tidak sah. Apalagi kalau ada unsur maisir, gharar dan riba di dalamnya.
Akad yang efektif dibagi lagi menjadi 2 , yaitu : 1. lazim (mengikat) dan ghayr allazim (tidak mengikat). Akad lazim adalah akad yang tidak dapat dibatalkan oleh salah satu pihak tanpa persetujuan pihak yang lainnya. Contohnya : perceraian dengan kompensasi pembayaran properti dari istri yang diberikan kepada suami. Sedang akad ghayr al-lazim dapat dibatalkan oleh salah satu pihak tanpa persetujuan dari pihak yang lainnya, contohnya dalam transaksi partnership

Tidak ada komentar:

Posting Komentar